Orang Tua yang Yakin

Sebagai orang tua jaman sekarang godaan untuk tidak yakin pada pilihan sendiri cukup besar ya. Maraknya forum orang tua di sosial media, ataupun juga public figure yang share pengalamannya membuat orang tua kebanjiran informasi. Yang kadang saling bertentangan.

Informasi tentang metode A vs metode B. Komentar si anu vs komentar si ono. MPASI begini, begitu.

Kadang informasinya sendiri diembel-embeli harus begono begitu plus too much horror and teror. Harus keras kepala supaya ini nanti. Kalau enggak nanti anakmu bakal gitu lo.

Yang sini bilang harus. Yang sana juga harus. Njuk aku kudu piyeeee????

Eh, emang ada yang harus dalam dunia perparentingan ini?

Ya ada si, secara umum: kudu tanggung jawab dan penuh kasih sayang.

Tapi bagaimana menerjemahkan tanggung jawab dan penuh kasih sayang secara spesifik, menurut saya ya kembali ke orang tua masing-masing. Masing-masing memiliki kewenangan dan hak untuk memilih. Ga ada yang harus harus.

Karena setiap pilihan parenting memiliki alasan dan latar belakang masing-masing. Di tengah segala kelebihan dan kekurangan orang tua, sewajarnya pasti memiliki “kebijakan dan kebijaksanaan” masing-masing.

Kan, baik buat situ belum tentu baik buat (dompet) sini. #eh

Wkwkwkwk….

So kepada orang tua lain….

Memberi masukan boleh.

Penting malah.

Menyampaikan kebenaran, silakan.

Baik banget, malah.

Tapi MEMAKSAKAN kehendak pada orang tua lain itu PELECEHAN. Apalagi kalau NGGAK DITANYA.

Pelecehan pada kemampuan individu untuk berpikir, dan memutuskan pilihan yang terbaik bagi anak-anaknya sendiri.

Toh orang tua mana si yang nggak menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Yang normal loh….

bertiga

Sebaliknya, sebagai orang tua….

Mendengarkan masukan itu boleh.

Penting malah.

Mempertimbangkan alternatif, juga silakan….

Yang jangan itu…. DIBAWA PERASAAN.

Hehehe….

Yah, mendengar pendapat orang lain tentang pilihan parenting kita, yang kadang kita ga minta memang bikin males si. Hahaha….

Gimana enggak cobak:

“Itu kenapa anaknya kok nangis guling-guling dibiarin aja?”
“Ih, cuma kinder joy, barang sepuluh rebu aja masa ga kuat beliin.”
“Tu lo buuuk, anaknya (4 bulan) mangap-mangap minta makan.”
“Anak tu jangan dilarang-larang makan manis, tuh jadi kurus kan.”
“Jangan bilang jangan!”
“Anaknya kurus banget, Mbak…. dikasih vitamin ini cobaaa. Anak saya bla bla bla.”

Hehehe…. Ada yang pernah digituin? Atau tapi pake versi lain?

Saya?

Ya ngalamin lah!
KAGAK pernah baper terhadap kontennya sih. Tapi kalau baper karena suami nggak menunjukkan keberpihakan pada pilihan parenting kami saat dikomentari orang, PERNAH BANGET.

Btw, setelah diusut lebih jauh…. ternyata suami saya pas itu nggak denger komentar tu orang. Makanya ga bereaksi. Wkwkwk. Tiwas uda kesel sayanya.

hehehe

Kok bisa nggak baper?

Mungkin karena sayanya emang tipe nggak punya perasaan yak. Saya perhatikan juga beberapa rekan sesama orang tua baru juga memiliki karakter yang sama. Lebih logis dibanding pakai perasaan. Maksudnya emang lempeng dari lahir gitu.

Jadinya ya susah buat bisa bawa perasaan. Tapi ada beberapa hal yang saya perhatikan dari diri kami yang bikin kami yakin dan percaya diri sebagai orang tua. (((Aseek))) Mungkin hal-hal tersebut bisa bermanfaat buat temen-temen untuk jadi orang tua yang yakin:

1 . Standar

Secara prinsip, saya nggak pernah merasa kami paling bener pilihan parentingnya. Atau juga nggak berusaha jadi yang paling benar.

Jadi kalau ada orang bilang pilihan kami nggak ideal, ya ndak papa. Emang kami ndak target jadi yang ideal kok.

Standar kami tu sederhana: pilihan kami sesuai sama kondisi kami.

Dan siapa yang paling tahu kondisi kami?

Betuuuuul!

Kami sendiri.

Please, dont get me wrong ya. Punya standar sendiri tu bukan berarti menurunkan standar jadi buruk loh. In case saya dan suami selalu mencari informasi dulu sebelum memilih standar yang sesuai dengan kondisi kami. Di mata orang mungkin bisa jadi standar kami lebih rendah. Tapi bisa jadi juga lebih tinggi.

Tapi berbeda pendapat itu bukan berarti ada yang salah di antara kita.

Berbekal kemahfuman itu, we set our self free dari standar-standar orang lain.

2 . Open Minded

Kalau ada orang lain berkomentar, nggak usah defense. Nggak perlu denial. Sikap hati dan pikiran yang pertama saya lakukan adalah bilang, “Oh, bisa jadi ya.”

Bisa jadi omongannya bener.
Bisa jadi kagak.

Seperti misal ni, ngomongin Gayatri yang penampakannya langsing bener. Saya sering banget tu dapat komentar untuk kasih ini itu ke anak.

Godaan untuk bilang, “Gapapa, yang penting anaknya aktif”, itu besar ya. Atau, “Anak kurus gapapa, yang penting sehat”. Lah, kurus yang bagaimana? Kurus berdasarkan standar ibu-ibu komplek, apa kurus berdasarkan kurva WHO. Bukankah jelas berat badan adalah salah satu parameter pertumbuhan. Batas gapapanya seperti apa. Itu yang penting.

Godaan untuk bependapat seperti itu besar banget. Yang walaupun ada benarnya, tapi saya nggak mau bilang begitu demi denial. Hanya demi menenangkan hati saya saja. Apalagi godaan untuk bilang, “Gapapa lah, kurus dikit…. yang penting ibu waras.”

Jujur, akhir-akhir ini banyak campaign dengan embel-embel pro-ibu atau pro-choice, yang menurut saya agak menjurus ke hal-hal seperti ini. Saya mendukung pro-ibu dan pro-choice ya! Mendukung banget. Bahkan blog ini ada pun karena semangat pro-ibu dan pro-choice itu.

Namun, saya juga miris kalau semangat pro-ibu dan pro-choice digunakan sebagai tameng dari sikap abai. Sebagai pembenaran saat ibu tidak mau mendengarkan kritik dan saran dari orang lain. Sikap abai yang mungkin akan mewaraskan kita sesaat, namun sebenarnya hanya menunda “ketidakwarasan” di lain waktu.

Alih-alih denial, tak ada beratnya kan ya untuk bilang, “Oh, iya ya? Nanti saya coba cek lagi.” Ngomong ke orang dan juga ngomong ke diri sendiri. Dan biasanya saya bakal beneran ngecek faktanya lo ya.

setrong

Ini saya sambil ngingetin diri saya sendiri juga. Bahwa sebagai orang tua harus tetap bisa open mind. Karena siapa tahu memang mata orang lebih jeli, daripada mata orang tua yang kadang subyektif ini.

Menjawab demikian akan menghentikan pendapat orang lebih nyinyir dari sebelumnya. So, risiko baper lebih dapat diminimalisasi.

3 . Data

Kita, sebagai orang tua bisa yakin dan percaya diri dengan pilihan parenting kita, ya jika kitanya sendiri benar-benar memahami pilihan kita tersebut.

Banyak baca dari sumber yang sahih tentang alternatif-alternatif yang bisa kita pilih. Ikut worshop kalau perlu. Tanya ke ahlinya kalau memungkinkan.

Get second opinion.

Pahami benar-benar.

Sehingga pondasi pilihan kita itu firm. Sudah lewat pertimbangan masak-masak dan balik lagi, dipilih yang paling sesuai dengan kondisi keluarga dan tentunya sesuai informasi yang tepat.

bertiga 2

“You are not entitled to your opinion. You are entitled to your informed opinion. No one is entitled to be ignorant.”

(Harlan Ellison)

Sehingga apapun jargon yang dilekatkan orang lain pada mahzab “terbaik”nya, tidak akan mengintimidasi kita lagi. Apalagi membuat kita baper dan tidak yakin pada pilihan kita sendiri.

So, selamat yakin pada pilihan masing-masing ya Nyaaaah…. Tentunya jangan lupa tetap open mind dan rajin mencari informasi! Salam sayang!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Hamu dan Biji Bunga Matahari, Literasi Keuangan Anak

Review ASI Booster di Alfamart / Indomaret yang Enak Banget

Storytel, Aplikasi Audiobook Bikin Baca Buku Lebih Mudah Lebih Murah