Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Literasi Baca Tulis Mulai dari Keluarga

Gambar
Gayatri, anak saya masih berusia 2 tahun 9 bulan. Setiap selesai makan siang dan menjelang tidur malam, dia menuntut untuk saya membacakannya buku. Dengan gembira, dia menyimak saya membacakannya halaman demi halaman sampai selesai. Kadang bahkan akan meminta ekstra buku lagi untuk dibacakan, sampai saya sendiri yang ingin mengibarkan bendera putih karena sudah terlalu lelah. Ampuuuun, Naaak! Hahaha…. Mau menolak, tapi ada terbersit senang juga di dalam hati, melihat anak sekecil ini sudah suka sekali dengan buku. Dilema, tapi sekaligus bangga. Jadi saya tahankan, karena saya pun ingin melihat kecintaannya akan buku tidak padam. Biarlah bibir ini pegal, toh nanti akan tiba saatnya ananda bisa membaca sendiri. Gayatri usia kurang lebih dua tahun. Sumber: dokumentasi pribadi. Apa yang saya alami sebagai ibu, sering ditertawakan oleh Ibu Bapak saya. Pasalnya, dulu jaman masih balita, saya dan adik-adik pun kerap membuat Ibu kami kewalahan karena hal yang sama: minta dibacakan buku, lagi,

Tips Rukun Dengan Ipar, Mungkinkah?

Gambar
Beberapa hari lalu saya posting foto bareng suami dan kakak ipar di Instagram. Entah apakah karena kami tampak kompak, karena kebetulan sama-sama pakai baju hitam, atau karena kompak tampak ginuk ginuk menggemaskan, ada DM masuk. Intinya menanyakan bagaimana tips rukun dengan ipar. Netizen: Rukun ya, kasih tips biar bisa rukun dengan ipar dong…. Saya: Eh, emangnya kami rukun? Wkwkwkwk…. (Jawaban slebor ini tentunya sudah seizin kakak ipar ya….) Hehehe, karena sesunguhnya, kalau dalam pikiran saya ya, definisi rukun dengan ipar itu sungguhlah relatif. Wong sama saudara kandung saja, ada aja salah paham atau ya selisih pendapat to. Trus, mau rukun yang seperti apa sama ipar yang jelas jelas berasal dari latar belakang yang berbeda. Itu dulu deh yang kudu disamaartikan. Biar nggak berharap yang berlebihan. Saya sendiri baru punya ipar, sekitar 3 tahun jalan 4 tahun ini. Dengan tiga orang saudara suami, soalnya adik-adik saya belum ada yang menikah. Karena dua saudara suami tinggal di l

Sadar Bencana Kekeringan Mulai dari Diri Sendiri: Lawan Mitos dan Lakukan Konservasi Air Skala Rumah Tangga

Gambar
Sebagai orang awam, saya sering memandang sebelah mata bencana kekeringan. Bencana kebakaran hutan, banjir, longsor, terdengar lebih horor di telinga saya. Tepat sekali, itu karena saya belum pernah mengalami rasanya kekurangan air. Hidup urban di komplek perumahan yang relatif maju, membuat saya dimanja dengan fasilitas air bersih. Adanya penampungan bawah tanah yang menampung air PDAM dan toren di lantai dua rumah saya, berperan seperti lumbung air. Keran akan mengalir deras, kapanpun saya perlukan. Saya tidak benar-benar memahami betapa dekatnya bencana kekeringan tersebut dengan kehidupan saya. Atau dengan kata lain saya tidak menyadari bahwa isu ini begitu penting dan mendesak, sampai beberapa waktu lalu . Di grup kampung kelahiran saya, kampung yang sudah saya tinggalkan hampir sepuluh tahun, ada yang membuat daftar daerah yang butuh droping air. Seorang anggota forum yang tinggal di tepi Kali Bogowonto, termasuk yang mengisi daftar kebutuhan air. Saya jadi sedikit tersentil, “K