Manfaat Berisik Politik di Sosmed Untuk Kebaikan Bersama

Pilkada Jakarta masih setahun lagi, namun linimasa sudah ramai. Baik yang punya KTP Jakarta, maupun tidak. Penduduk Jakarta atau bahkan ujung timur Indonesia, banyak yang ikut berisik via dunia maya. Entah hanya sekadar urun jempol di Facebook atas status berisi dukungan tertentu, atau malah terlibat twitwar. Yang tak kenal tiba-tiba familiar, diskusi ngalor ngidul dengan rukun saat seiya sekata. Yang tadinya familiar jadi saling unfollow, hanya karena beda pendapat. Kata mereka sih, itu soal prinsip. Yah, di kaca mata saya itu mah hanya berkah sekaligus musibah dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk media sosial.

Penggunaan Media Sosial untuk Menyalurkan Aspirasi Politik

penggunaan-media-sosial-dalam-aktivitas-politik

Penggunaan media sosial dalam aktivitas politik, di negara kita, sudah jadi keniscayaan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat penggunaan medsos tertinggi di dunia. Peringkat keempat untuk Facebook, kelima untuk Twitter. Jakarta bahkan menjadi kota dengan produksi tweet tertinggi  di dunia. Bahkan hasil survey di 9 kota Indonesia dengan jumlah 2.277 responden yang dikutip oleh Yuswohadi dalam bukunya 8 Wajah Kelas Menengah (2015) menyatakan bahwa pengguna internet Indonesia makin aktif berinternet tidak hanya untuk kegiatan konsumtif, melainkan juga untuk menyampaikan aspirasi politik. Nah loh.

Pada tahun 2014 saja, dari 79,2 juta pengguna internet, 94,8%-nya merupakan pengguna media sosial. Bayangkanlah sekarang di tahun 2016, saya rasa angkanya jauh lebih besar, maklum saja jika media sosial kita berisik. Apalagi kalau salah satu kandidat sedang salah ngomong di ranah sensitif, seperti yang terjadi baru ini.

Berkah yang berwajah musibah 1: Perubahan One Way Information menjadi Multi Way Information

one-way-communication

Kegaduhan di media sosial menurut saya patut disyukuri, hal itu berarti rasa peduli warga negara belum mati. Mereka mau yang terbaik buat bangsa ini. Walaupun penerjemahan kata “yang terbaik” ini memang jadi sangat subyektif. Namun penilaian-penilaian subyektif ini, yang kemudian didukung oleh kemudahan mengakses dan mengunggah informasi memberikan peluang yang besar bagi masyarakat dalam hal pembentukan opini kolektif yang lebih terasah.

Melawan opini harusnya dengan opini. Memang sih, belum tentu menghasilkan salah satu opini yang paling benar namn setidaknya satu pendapat akan muncul setelah terasah atau diperbandingkan dengan opini lainnya.

Jaman dulu kita hanya mendapatan informasi dari membaca koran atau majalah, menonton televisi atau mendengarkan radio. Informasi yang kita dapat bersumber dari suatu manajemen atau redaksi yang tentu memiliki suatu pandangan tersendiri. Yang sayangnya harus kita telan mentah-mentah tanpa bisa menjawab langsung. Saat ini, kita punya banyak buzzer di sosial media yang entah karena memang cinta mati atau karena dibayar akan dengan setia mengisi kita dengan informasi macam-macam tentang dunia politik Indonesia hari ini. Dan kita pun bisa mengecek kebenarannya via google, menyanggah langsung, sampai dengan membuat konten opini kita sendiri!

Bayangkan jika teknologi informasi dan komunikasi ita hanya mandek pada televisi sementara para konglomerat yang nyambi jadi politisi menguasai stasiun televisi. Niscaya hari-hari kita akan penuh dengan iklan berlatar belakang mars ciptaan istri atau anak mereka diselipi dengan berita-berita setiran yang tak dapat kita sanggah saat itu juga.

Berkah yang berwajah musibah 2: Pencitraan vs Whistle Blower

Optimized by JPEGmini 3.11.4.3 0xb109977f

Penggunaan media sosial terkait politik tidak hanya dilakukan oleh para warga loh. Para tokoh politik pun telah menggunakannya untuk kepentingan politiknya. Yang cukup menonjol adalah Mantan Presiden Susilo Bambang Yudoyono via akun twitternya dengan 9.317.643 followers dimana followers-nya jauh lebih tinggi dari pada akun motivator @marioteguh yang memiliki 7.772.946 followers dan Bapak Presiden Jokowi sendiri yang memiliki 5.940.518 followers. Selain kedua politisi di atas yang cukup eksis di dunia media sosial, terutama Instagram adalah Ridwan Kamil, walikota Bandung.

Jika konten yang dibuat oleh @SBYudhoyono dan @jokowi biasanya berupa foto kegiatan sehari-harinya sebagai presiden, Ridwan Kamil yang biasa dipangkil Kang Emil kadang juga menyelipkan guyonan atau meme-meme lucu nan gahool khas mojang Bandung.

Apa sih sebenarnya maksud mereka dengan membuat konten demikian? Yep. Personal branding a.k.a pencitraan.

Nah, sebagai netizen kita pun punya kesempatan kok untuk mem-branding tokoh-tokoh politik itu. Positif atau negatif sesuai dengan amal dan ibadah yang benar-benar mereka lakukan di dunia nyata. Caranya, ya sama dengan cara yang mereka lakukan. Foto lalu share. Tapi yang jujur yaaaa…. Dengan jaringan internet generasi keempat yang sedang hits, pengunggahan konten demikian pastilah lebih mudah. Dengan infrastruktur yang menjangkau ke hampir seluruh wilayah Indonesia pun juga memberi kesempatan putera-puteri daerah untuk melaporkan apa yang sebenarnya terjadi di daerahnya.

Selama kita melakukan dengan jujur dilengkapi dengan data yang lengkap, niscaya konten kita itu akan di perhatikan kok. Kalau bukan oleh tokoh politik yang kita tuju, setidaknya dunia akan melihat juga. Harapannya akan ada perbaikan untuk apa yang kita laporkan.

Mencegah Berkah menjadi Musibah

indonesiaDua poin berkah yang berwajah musibah di atas memiliki potensi membangun Indonesia menjadi lebih baik lewat teknologi informasi dan komunikasi. Tak usah muluk-muluk, teknologi yang digunakan adalah yang sangat familiar dengan kita sebagai kaum awam; media sosial. Namun, memang tugas berat untuk mencegah berkah itu berbalik menjadi musibah yang memecah belah kita sebagai Indonesia. Di pembahasan di atas ada beberapa tindakan yang bisa kita lakukan:

1 . Speak up

Sampaikan aspirasimu, karena aspirasimu sangat berharga untuk mengasah opini publik yang ada. Namun sampaikan dengan etika. Supaya yang timbul adalah diskusi yang bermartabat, bukan debat kusir yang memutuskan tali silahturahmi.

2 . Cek sebelum percaya

Hari gini, baru baca tagline langsung percaya berita HOT. Apalagi langsung share, aduh mak. Setidaknya googling dulu untuk mencari berita dari sudut pandang lain. Dengan adanya 100.000.000 Gigabytes data yang tersimpan di indeks Google dan algoritma canggihnya, kamu bisa menemukan berita hampir apa saja. Jadi jangan sungkan bertanya pada mbah google. Malu bertanya sesat di jalan loh.

Yang paling penting diingat, kedua tindakan tersebut harus dibungkus dengan sikap dewasa yang arif dan legowo. Kepala boleh panas hati tetep adem. Kalau hatinya yang panas, kepala harus adem. Seperti kata Thomas Jeferson “I never considered a difference of opinion in politics, in religion, in philosophy, as cause for withdrawing from a friend.” Kita boleh beda dalam pandangan politik, wilayah dan cara pandang, namun perbedaan tersebut tidaklah layak untuk memisahkan tali persahabatan.

Siap membangun Indonesia dengan akun media sosialmu? ;) Yuk laksanakan!

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Hamu dan Biji Bunga Matahari, Literasi Keuangan Anak

Review ASI Booster di Alfamart / Indomaret yang Enak Banget

Storytel, Aplikasi Audiobook Bikin Baca Buku Lebih Mudah Lebih Murah