Why I Started to Invest in Mutual Fund at My Very Early Twenties

Q: Berapa umur kamu saat pertama kali berniat investasi reksadana online?

A: 20 tahun.

Q: Berapa penghasilan kamu saat itu?

A: 850k rupiah per bulan! Dapet dari magang CPNS.

Q: 850 ribuuuuu????

A: Iya! Nekat banget yak? :P

Begini cerita lengkapnya. Pada suatu hari, berbekal pengetahuan yang tak seberapa tentang ilmu keuangan, di tahun 2010, dengan nekatnya saya dateng ke sebuah bank untuk beli reksadana. Uda nanya ini itu panjang lebar sama mbak customer service yang baik dan cantik, akhirnya saya pulang dengan tangan hampa. Saya DITOLAK, Sodara-sodara! Cuma boleh buka rekening tapi belum bisa buka akun reksadananya.

Bukan karena saya cuma punya penghasilan 850k, Sodara-sodara. Tapi karena usia saya belum 21 tahun. *sok muda* Saya baru tahu, usia minimal buka akun reksadana adalah 21 tahun. Jadi, perjuangan cinta saya dengan mbak-mbak customer service reksadana berhenti sesaat. Sampai di akhir tahun 2011, saya berulang tahun ke 21 dan kemudian ngacir ke bank itu lagi. Mbak nya masih cantik dan masih baik juga, namanya mbak Roro (Hai mbaaa!). Oiya, kebetulan saat itu saya uda ga gajian 850k lagi. Uda naikkk status jadi pegawe tetap, alhamdulilah yahhh.

alasan investasi reksadana 2

Why I Started to Invest at My Very Early Twenties??

Sebelum ngomongin reksadana-nya, saya mau cerita tentang arti penting investasi buat saya. Ini rada serius dan emosional ya ceritanya. Hehehe… I started to invest at my very early twenties karena saya ingin mewujudkan impian setinggi langit saya. Eits, jangan salah paham dulu, bukan berarti saya bermimpi punya uang banyak dengan investasi yang saya lakukan ya. Uang bukan tujuan saya, namun uang menjadi salah satu sarana mencapai mimpi-mimpi saya tersebut.

Saya percaya kamu pun demikian, memiliki mimpi dan juga bekerja keras mencari cara untuk #WujudkanImpianmu itu. Mimpi saya sendiri adalah membangun rumah kos-kosan biar bisa punya pendapatan pasif. Dengan punya pendapatan pasif, saya bisa tenang resign dari pekerjaan 8 to 5 saya dan menjadi ibu rumah tangga atau bekerja paruh waktu saja. Bisa mengasuh anak-anak sendiri, mengerjakan pekerjaan rumah, serta punya waktu berkegiatan sosial dan mengerjakan hobi adalah impian terbesar saya.

Memang pendapatan suami sudah memadai untuk kebutuhan sehari-hari kami. Namun pendapatan pasif tetap penting buat saya. Saya masih ingin tetap memiliki penghasilan untuk jaga-jaga dan untuk membiayai kegiatan sosial serta hobi. Ga enak kan minta uang suami terus. Sisi lain, sedih juga kan, kalau mendadak orang tua kita membutuhkan uang, lalu kita tidak punya dana yang siap digunakan untuk hal-hal tersebut.

Nah, investasi yang saya lakukan adalah sarana mengumpulkan dana demi membangun rumah kos-kosan tersebut. Batu loncatan gitu ceritanya. Puji Tuhan, dari hasil investasi yang saya ceritakan di awal artikel ini, saya sudah bisa nyicil-nyicil beli tanah dengan lokasi yang dekat pusat sekolahan. Tinggal ngumpulin duit lagi buat ngelunasin beberapa utang terkait dan biaya material bangunannya.

That’s why I started investing at my very early twenties, lebih cepat mengumpulkan dana maka lebih cepat mencapai impian saya. Trus kenapa investasi, kenapa ga menabung saja? Hmmm… Saya memilih berinvestasi alih-alih menabung adalah untuk menghindari dua alasan di bawah ini:

reksadana usia muda

1 . Untuk Melepaskan Diri dari Lingkaran Setan Sandwich Generation

Kita, orang muda kelas menengah jaman sekarang, adalah orang-orang yang ada di zona sandwich generation. Apa artinya generasi sandwich itu? Generasi sandwich adalah generasi yang terjepit di antara dua generasi; generasi yang lahir sebelumnya dan generasi setelahnya. Terjepit dalam hal beban finansial. Untuk menjelaskan lebih lanjut, saya akan menyebut generasi orang tua kita sebagai generasi pertama, generasi kita alias generasi sandwich sebagai generasi kedua dan generasi anak-anak kita  sebagai generasi ketiga.

Saat usia produktif generasi pertama berakhir, generasi pertama yang tidak melek finansial dan tidak memiliki tunjangan hari tua, akan menjadi tidak mandiri secara finansial. Selain tidak mandiri, biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh generasi pertama pada usia tersebut biasanya mengalami peningkatan. Sementara itu, generasi ketiga juga belum mandiri secara finansial, karena belum memasuki usia produktif. Membuat mereka bekerja adalah melanggar undang-undang perlindungan anak. Dan pada saat yang sama, biaya pendidikan mereka sedang besar-besarnya. Biaya kedua generasi tersebut adalah beban yang harus ditanggung.

Lalu, generasi manakah yang akan menanggung beban mulia tersebut? Betul. Generasi sandwich atau generasi kedua. KITA. Karena generasi ini adalah generasi yang sedang memiliki penghasilan. Mau tidak mau, secara moral dan secara budaya, generasi inilah yang bertanggungjawab atas beban tersebut.

Adakah dari tetangga kita yang sedang memiliki anak yang bersekolah? Tentu banyak. Yang anaknya sedang berkuliah? Tentu juga ada. Mari perhatikan lagi lebih dalam. Apakah mereka juga mendukung kehidupan orang tuanya secara finansial? Atau menanggung biaya pengobatan mertuanya? Tentu banyak juga yang melakukan keduanya. Itu yang saya maksudkan dengan generasi sandwich menanggung beban dua generasi.

Got it?

Lalu apa hubungannya dengan berinvestasi?

Jika kita, sebagai generasi sandwich, tidak berinvestasi sejak dini maka kemungkinan buruk yang bisa terjadi: 1) kesejahteraan ketiga generasi terganggu, 2) generasi kedua tidak mampu menggapai keinginannya karena hambatan finansial, 3) pendidikan generasi ketiga tidak maksimal atau 4) kita, para generasi kedua, akan menjadikan anak-anak kita, si generasi ketiga, sebagai generasi sandwich yang berikutnya. Poin ke empat terjadi karena generasi kedua tidak cukup memiliki tunjangan hari tua saat mengakhiri masa produktifnya. :(

That’s why I started investing at my very early twenties. Mumpung orang tua belum pensiun dan saya juga belum punya tanggungan anak. Jadi bisa fokus untuk mengumpulkan dana membangun kosan tadi sebelum saya terjebak dalam lingkaran setan sandwich generation.

reksadana sejak muda

2 . Karena Nilai Uang Terus Turun

Adakah yang inget es krim monas M*D??? Es krim monas adalah sebutan saya buat es krim cone yang dijual di booth M*D. Jaman saya SD dulu, saya bisa membelinya dengan sekeping uang seribuan alias SECENG. Sekarang harganya uda lima ribuan alias GOCENG. Kalau dulu saya yang masih imut bawa uang goceng, saya bisa dapat LIMA buah es krim monas dan senyum manis mas-masnya, sekarang uang goceng hanya mampu membeli SATU es krim monas. Uang goceng saya tak lagi memiliki daya beli seperti dulu. Mas-mas booth juga uda ga senyum-senyum manis lagi ke saya *abaikan.

Peningkatan harga es krim tadi menggambarkan inflasi. Inflasi inilah yang menjadi momok bagi penabung konvensional karena akan menghilangkan daya beli uang yang telah dikumpulkannya dengan susah payah.

Agar uang yang kita miliki sekarang tidak kehilangan daya belinya di masa depan, maka uang tersebut harus disimpan pada instrumen-instrumen yang memiliki kemampuan meningkatkan dirinya setidaknya sama dengan tingkat inflasi. Tingkat peningkatan tersebut biasanya disebut dengan bunga, interest atau imbal balik, dan yang perlu dilihat adalah rate-nya. Walapun begitu, tingkat inflasi tidak selalu bisa dijadikan patokan, karena ada barang-barang yang dibutuhkan di masa depan, seperti misalnya pendidikan anak, tempat tinggal, dll, peningkatannya seringkali jauh di atas tingkat inflasi. Berinvestasi di instrumen yang rate pengembaliannya di atas inflasi adalah yang diharapkan.

That’s why I started investing at my very early twenties. Supaya recehan yang saya miliki sekarang tidak kehilangan daya belinya. Berhubung harga tanah dan material bangunan selalu naik ga nanggung-nanggung, maka berinvestasi alih-alih menabung adalah pilihan yang lebih tepat buat saya mengumpulkan dana demi mencapai mimpi saya tadi.

So, Why I Invest in Mutual Fund??

Segala sesuatu yang saya share bukan bermaksud bilang kalau reksadana adalah instrumen terbaik di jagad raya. BUKAN! Bukan juga mau membandingkan reksadana dengan instrumen investasi yang lain. Kalau saya punya banyak kesempatan (Baca: duit dan waktu), saya juga mau lho punya semuanya, hahaha. Tapi sekarang, saya hanya ingin menekankan bahwa reksadana adalah instrumen yang pas buat saya, kemarin sampai saat ini. Dan bisa jadi solusi juga buat kamu. Siapa tahu ada yang senasib sepenanggungan sama saya, jadi bisa bermanfaat :)

Seperti halnya kosmetik, yang cocok-cocokan, atau seperti obat yang hanya mengobati  kondisi tertentu, instrumen investasi juga harus disesuaikan dengan kondisi dan tujuan keuangan masing-masing yaaa. Inilah alasan saya memilih reksadana:

1. Praktis

Yang dimaksudkan dengan praktis adalah mudah dalam proses pembelian dan penjualan/ penjualan kembali. Bayangin aja, proses pembelian dan penjualan investasi dalam bentuk tanah butuh waktu lama. Emas juga harus dipindahtangankan fisiknya. Proses jual-beli reksadana (atau yang disebut dengan redemption-subscribe) bisa melalui investasi reksadana online, loh. Pembelian pertama memang harus ke lokasinya sih, karena OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mengatur demikian, tapi pembelian selanjutnya dan penjualan bisa online.

Ada aplikasi yang lebih praktis lagi bernama POEMS ProFunds (Phillip Online Electronic Mart System) yang bisa dipakai di berbagai platform gadget asal nyambung internet. Jadi bisa di handphone (android ataupun ios), tablet dan laptop. Info yang saya dapat, aplikasi ini sudah ada sejak 1996. Uda lama ya ternyata, kemana aje ya guwe. Hahaha. Oiya, aplikasi ini dinyatakan sebagai yang terbaik di Asia Tenggara karena aman, real time dan fleksibilitasnya. Kalau uda member, katanya malah kalau pas ga bisa online, kita bisa transaksi via telepon. Praktis banget ya…

Karena penasaran dan juga pingin, saat itu saya langsung download aplikasi POEMS di apple store. Buat yang penasaran dan pengen tau lebih lanjut, download manualnya bisa di sini.

2 . Constraint waktu

Alasan kedua saya memilih reksadana adalah karena mengelolanya tidak memerlukan banyak waktu. Saat ini saya bekerja dari jam 8 s.d jam 5, yang berarti berangkat dari rumah jam 7 pagi dan bisa sampai rumah lagi jam 7 malam, setelah itu beres-beres rumah, quality time bersama suami dan kadang ngeblog. Saya tidak ingin spending waktu lagi untuk berinvestasi di sektor riil. Walaupun laba yang dihasilkan sektor riil pasti lebih tinggi, namun tenaga dan waktu yang diperlukan juga sangat tinggi. Reksadana yang hanya memerlukan sedikit waktu untuk menganalisis di awal, kemudian membiarkannya sampai waktu dibutuhkan, sangat cocok bagi saya.

Apalagi dengan aplikasi reksadana online, saya bahkan bisa login sambil nyuci baju! klik to tweet!

poems(Mohon maafkan s*mpak saya ikut kefoto)

3. Bisa dimulai dari nominal yang kecil

Kita bisa membeli reksadana per 100 ribuan yang kita punya loh. Banyak kan dari kita yang sering ngeles ga punya ketersediaan dana untuk investasi. Nah, kalau seratus ribu punya kan? Dan ga sembarangan loh, ada produk-produk reksadana dari Manajer Investasi yang uda femes bingit seperti Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) yang bisa dibeli dengan harga mulai seratus ribu! Setidaknya ada tujuh produk dari MAMI yang bisa diecer seratus ribuan, contohnya: Manulife Dana Saham dan Manulife Dana Tumbuh Berimbang. Murah tapi ga murahan. Kinerja MAMI sudah ga perlu diragukan, di dua produk tersebut aja, walaupun Fee untuk pembelian dan penjualannya 0%, rate returnnya di atas 20% untuk satu tahun belakangan lhoh… *ngiler ngiler* Nih saya tunjukin tabelnya:

biaya beli jual reksadanaSumber: POEMS ProFunds

Oiya satu lagi fitur yang unik yang berkaitan dengan ketersediaan dana untuk investasi. Saya menyebutnya dengan fitur utang. Hihihi. Kalau aslinya fitur utang disebut dengan Waiting for Payment. Jadi kalau kita pas mau beli suatu produk reksadana tapi dana di rekening kita tidak cukup, pembelian tetap dapat dilakukan dan baru diproses setelah dana mencukupi. Jadi seperti pesen dulu gitu. Dan harga yang akan digunakan adalah harga saat transaksi kita diproses. Enak kan… Jadi ga perlu mengulang transaksi lagi. Memang si tidak semua MI memiliki layanan tersebut. Yang saya tahu memiliki layanan tsb adalah yang ada di bawah aplikasi PT Phillip Security tadi.

4. Relatif mudah dipahami

Belilah sesuatu yang dapat kamu pahami. Untuk memahami reksadana, saya rasa tidak perlu usaha yang berat karena sudah banyak situs yang membahasnya dengan bahasa sehari-hari. Misal untuk mencari manajer investasi dan produk reksadana yang akan dipilih. Tinggal ketikkan saja keyword “manajer investasi terbaik” di google search, maka akan muncul ratusan informasi terkait. Dengan cara yang mirip, saya pun googling “reksadana terbaik” dan kemudian lanjut googling prospektus dan fund fact sheet-nya. Atau bahkan kalau temen-temen lebih males dari saya, buka aja di POEMS ProFunds, temen-temen bisa dapetin fundfact produk-produk yang dijual di situ yang uda diresume seperti ini:

overview kinerja reksadanaSumber: POEMS ProFunds

Dengan langkah sederhana itu saja, saya bisa mendapatkan berbagai informasi yang cukup tanpa kening harus berkerut. Dengan informasi yang banyak dan cukup mudah dipahami tersebutlah, keputusan reksadana mana yang mau dibeli bisa diambil. Saya tidak perlu ambil kursus khusus atau bayar konsultan finansial untuk memahaminya.

5 . Bisa disesuaikan dengan profil risiko

Kita bisa menyesuaikan reksadana apa yang kita pilih dengan profil risiko yang kita punya. Jika kamu seperti saya, yang menginvestasikan uang dari sisa penghasilan, belum punya tanggungan, masih muda dan perkasa, berarti kamu masuk ke kategori profil risiko yang agresif. Atau dengan kata lain mampu menerima risiko tinggi. Dengan profil risiko yang demikian, saya memilih Reksadana Saham. Reksadana saham walaupun memiliki risiko yang tinggi dan jangka waktu optimalnya lebih dari 10 tahunan, rate pengembalian reksadana ini cenderung paling tinggi dibandingkan jenis yang lain (imho, cmiiw). Tapi, saya rada bandel si, pas umur reksadana saya masih 4 tahun uda dijual karena ditawari tanah yang super murah. Hehehe, namanya juga kesempatan, siapa tahu ga datang dua kali. Namun, kalau mau lebih optimal pengembaliannya, seharusnya saya nunggu sampai 10 tahun.

Untuk profil risiko investor yang menengah atau moderat lebih baik memilih Reksadana Campuran yang risikonya tidak terlalu tinggi. Risiko Reksadana Campuran tidak terlalu tinggi, karena efek-efek yang berada dalam reksadana ini adalah campuran antara saham, obligasi dan efek pasar uang lainnya. Bagi investor dengan profil risiko rendah tau konvensional lebih baik memilih Reksadana Pasar Uang atau Reksadana Pendapatan Tetap. Kedua instrumen ini memiliki risiko sangat rendah.

Naaahh… Itu adalah sharing saya tentang Why I Started to Invest in Mutual Fund at My Very Early Twenties. Disclosure: Artikel ini juga saya ikut sertakan dalam Phillip Securities Blog Competition dan berhasil menggondol juara 2.

juara-philips-poemsMasih ragu tuk #WujudkanImpianmu dengan reksadana online? Sok atuh, cari tahu lebih dalam lagi tentang investasi reksadana online. Dan semoga sharing saya bermanfaat yaaa… :) Imho, apapun dan bagaimanapun cara berinvestasi kamu, yang penting jangan ditunda-tunda. Makin cepat berinvestasi, makin baik. Selamat berinvestasi!

PS. If you found that this article is useful, please do not hesitate to share this to your friends. Sharing is caring! Thankyou!

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Hamu dan Biji Bunga Matahari, Literasi Keuangan Anak

Review ASI Booster di Alfamart / Indomaret yang Enak Banget

Storytel, Aplikasi Audiobook Bikin Baca Buku Lebih Mudah Lebih Murah