Mempersiapkan Pernikahan LDR #1

Selamat untuk saya yang baru dilamar tanggal 22 Juni kemarin. Yeeeee… hore hore… Hehehe… Setelah “Finally…” dan “Alhamdulilah, sesuatu” yang terucap penuh euforia, berikutnya adalah panik. Bingung harus mulai nyiapin dari mana. Apalagi saya anak perempuan pertama dengan orang tua yang ga punya pengalaman apa-apa di dunia mempersiapkan acara pernikahan. Apalagi pernikahan akan dilakukan di Pati (tempat tinggal orang tua saya) sementara saya tinggal di Jakarta dan calon suami di Surabaya sementara keluarga calon suami ada di Purworejo. Apalagi kota-kota tersebut satu di utara, satu di selatan, satu di barat dan satu di timur. Apalagi… apa lagi ya? :D

Tapi syukurlah, ortu dan mas calon yang bawaannya santai, bikin akhirnya kita juga tenang dan mulai merencanakan dengan pikiran jernih. So, this is it, tahap pertama dalam mempersiapkan pernikahan jarak jauh.

1. Tentukan tanggal pernikahan sebelum lamaran.

Hal ini penting, supaya setelah lamaran itu bisa langsung rembugan mengenai tanggal, dan rembug tanggalnya pun tidak terlalu lama prosesnya. Langsung deal saat itu juga. Pengalaman dari teman-teman yang belum menentukan tanggal “di belakang layar” adalah ada kalanya keluarga pria harus datang kembali beberapa waktu setelah lamaran untuk acara diskusi penentuan tanggal pernikahan.Karena kami tidak menginginkan hal tersebut terjadi karena kendala waktu untuk melakukan perjalanan antar kota berulang kali. Dari jauh hari kami sudah sounding-sounding ke orang tua masing-masing kapan kiranya waktu yang tepat.

Berhubung kedua pihak keluarga percaya bahwa semua hari baik. Kami berdua kemudian diskusi dulu tentang kapan bisa off dari kerjaan. Setelah kami punya beberapa pilihan, kami ngobrol lagi (via telepon) ke ortu masing-masing. Dan begitu terus sampai kira-kira ada gambaran tanggal yang lebih jelas.

Menentukan tanggal pernikahan “di belakang layar” juga penting untuk meminimalisasi adanya pihak keluarga jauh yang turun rembug namun memperlama penentuan tanggal, walaupun maksudnya baik. Hehehe…

2. Menemui Pihak-pihak Berwenang

Pihak-pihak berwenang saya waktu itu adalah: kakak-kakak orang tua yang tidak hadir dalam acara lamaran, Bapak Pendeta dan tentu saja Catatan Sipil. Yang penting untuk dibahas lebih lanjut adalah yang terkait Bapak Pendeta dan Catatan Sipil.

a. Pendeta

Saya datang ke rumah Pendeta satu hari setelah lamaran. Saya datang bareng papa mama (mas calon sudah pulang ke Surabaya). Di sini kami konsultasi bagaimana prosedur pengajuan pemberkatan nikah di gereja. Pendetanya bernama Pak Teguh, orangnya baik, istrinya juga lucu. :) kami ngobrol cukup banyak sehingga tau sebelum pemberkatan nikah di Gereja Kristen Tanah Jawa (GKJW) mas calon harus pindah kewargagerejaan terlebih dahulu ke GKJW Wedarijaksa. Oooo… *Papa manggut-manggut* Hal ini mungkin berbeda di Gereja lain. Selain itu, kami juga harus mengikuti konseling pra nikah selama beberapa kali. Saya dan mas calon ditawarkan sebanyak 12x, dan kami iyakan. Walaupun terkesan banyak tapi menurut kami penting untuk mempersiapkan mental kami satu sama lain. Info lainnya, kebetulan di kota kami, Pendeta bukan sekaligus Petugas pencatat pernikahan, oleh karena itu kami harus mengurus sendiri keperluan pencatatan pernikahan kami di Catatan Sipil.

b. Catatan Sipil

Yang datang ke Catatan Sipil waktu itu adalah papa di hari kedua setelah menikah, dan ternyata mas calon juga ke catatan sipil di Surabaya sehari setelah sampai di Surabaya. Kami rajin rajin ya… Sebelumnya kami mendengar rumor bahwa pernikahan beda kota, mengharuskan si calon mempelai pria pindah kependudukan ke lokasi pernikahan. Namun ternyata tiak sodara-sodara *lega*. Dari datang ke catatan sipil tsb, kami mendapat info lengkap tentang dokumen apa saja yang harus disiapkan. Cek di sini.

3. The days after wedding adalah prioritas

Yap, kami membahas hari-hari setelah pernikahan bahkan sebelum kami membahas acara pernikahannya mau seperti apa. Hal-hal terkait hari hari setelah pernikahan yang kami bahas adalah:

a. Tempat tinggal

Karena menikah memerlukan anggaran yang cukup besar, jangan sampai nanti uang kita habis dan jadi homeless. Hihihi. Kecuali buat pasangan yang sudah memiliki tempat tinggal, atau yang pasti dapat kado tempat tinggal dari orang tua… *mupeng* Buat kami yang modal minim, pilihan yang ada waktu adalah DP rumah atau ngontrak rumah. Karena calon suami kebetulan punya usaha jasa konstruksi, dianya ga pengen beli rumah dan pengen bangun sendiri dari nol. Maka dari itu pilihan yang kami pilih adalah ngontrak rumah dulu sampai kita nemu lokasi yg pas buat bangun rumah dan nunggu saya pindah Surabaya. Pertimbangan ini bisa jadi lain buat kamu. Tips paling oke adalah bicara berdua, tentang rencana dan juga kondisi keuangan masing-masing.

b. Program KB

Terdengar sangat serius ya… Entah kami yang terlalu jauh berpikir ke depan, atau memang yang bener harusnya begini. Hihihi… Waktu itu kepikiran langsung diskusi tentang hal ini adalah karena kami nikah di tanggal saya sedang subur-suburnya sebagai perempuan. Memang, anak adalah anugerah dan misteri Tuhan kita mau dikasih atau tidak. Namun, kami tidak mau lalai merencanakannya, karena lokasi saya yang berjauhan dengan calon suami. Mas calon pengennya kami tunda dulu dengan memakai alat kontrasepsi sampai saya pindah ke Surabaya. Sementara saya tiak mau nunda karena siapa tahu dengan hamil cepat, izin pindah kerjanya jadi lebih mudah. Hihihihi… Titip doa ya teman-teman…

kebaya merah
lamaran, mas calon merem :D

Itu adalah langkah pertama mempersiapkan pernikahan jarak jauh. Terkait persiapan acara, dll saya ceritakan lain waktu ya… Lapar, mau maem malam dulu. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Hamu dan Biji Bunga Matahari, Literasi Keuangan Anak

Review ASI Booster di Alfamart / Indomaret yang Enak Banget

Storytel, Aplikasi Audiobook Bikin Baca Buku Lebih Mudah Lebih Murah