KB IUD, Pengalaman Pertimbangan dan Biayanya
Hehehe, kebanyakan pertanyaan dari teman saat tahu saya pakai KB IUD adalah, “Pasangnya sakit tidak?” Tapi jujur pertanyaan yang sama juga saya ajukan pada SPOG saya tiga tahun tiga bulan yang lalu (asek, apal). Bayangannya horor aja si bagian rahim dimasuki sesuatu walaupun kecil.
Jawabannya, kalau berdasar pengalaman saya si tidak sakit! Tapi ya tidak menutup kemungkinan kalau temen-temen bakal sakit ya. Bukannya nakut-nakutin hihihi…. Soalnya kan tingkat ketahanan terhadap rasa sakit orang bisa beda-beda. Saya sendiri beneran nggak merasakan sakit pas pasang.
Kapan Pasang KB IUD
Saya pasang KB IUD ketika nifas, setelah persalinan Gayatri. Kalau tidak salah itu, sekitar sebulan setelah melahirkan ya. Awalnya datang selain untuk kontrol, juga untuk minta KB suntik. Tapi setelah konsultasi dengan dokter kandungan langganan saya di BWCC, kami ga jadi ambil suntik KB. Akhirnya beberapa hari kemudian kami balik lagi untuk pasang KB IUD.
Dokter kandungan saya memang menyarankan untuk pasang KB IUD saat masih nifas paska persalinan atau saat kondisi menstruasi ya. Alasannya supaya tidak terasa sakit. Hehehe, iya, jadi pas masih berdarah gitu (((maap dijelasin))). Tapi dokternya sendiri si yang menyarankan demikian.
Jenis KB (alat kontrasepsi) lain yang Dipertimbangkan
- Kondom
- KB Suntik
- KB Pil
- Implan (yang di lengan)
- IUD hormonal (kami memilih KB IUD non-hormonal)
Jenis IUD yang Dipilih
Kami memilih KB IUD non hormonal. Oiya KB IUD sendiri juga sering disebut dengan KB Spiral ya kalau tidak salah. Jenis IUD sendiri yang disediakan oleh klinik BWCC, tempat saya pasang IUD ada dua. Yang pertama IUD hormonal atau juga sering dikenal dengan IUD Mirena. Dan yang kedua IUD non-hormonal atau IUD tembaga atau juga disebut dengan IUD Nova-T.
Sebagaimana namanya, intra uterine device (IUD), keduanya sama-sama di pasang di dalam rahim. Hanya perbedaannya ada di penggunaan hormon di dalam alat IUD yang berbentuk T.
Kenapa kok ga jadi KB suntik lalu memilih IUD?
Sebenernya alasan utamanya demi kepraktisan saja. Kalau IUD kan sekali pakai bisa sampai lima tahun lebih. Kami rasa ini cocok untuk saya yang sering lupaan hehehe. Daripada KB suntik yang saya harus disiplin beberapa waktu sekali datang ke klinik untuk suntik.
Kenapa kok memilih KB Non-hormonal dibandingkan IUD Hormonal atau KB hormonal lainnya?
Tentu saja ini hasil konsultasi dengan dokter kandungan ya. Saya dan suami sebenarnya nggak ingin terlalu lama menunda kehamilan berikutnya, antara 2-3 tahun saja untuk memulihkan kondisi kesehatan saya terutama sebagai ibu.
Maka dari itu, kami prefer menggunakan yang non hormonal, karena disampaikan dokter, kalau “masa pemulihan” kesuburan dari penggunaan IUD non-hormonal itu tidak makan waktu. Jadi setelah dilepas, sudah bisa terjadi pembuahan lagi, karena tidak perlu penyesuaian hormon lagi. CMIIW ya, saya bukan tenaga kesehatan, mungkin ada kesalahan pemahaman dari penjelasan dokter, tapi hal ini lah yang menjadi alasan kami saat itu.
Dan memang terbukti ya. Di pertengahan Januari 2020 saya melepas IUD, Puji Tuhan, awal Februari 2020 saya sudah positif hamil.
Selain IUD non-hormonal, sebenarnya ada pilihan untuk menggunakan kondom untuk alasan yang sama. Namun, kami tidak memilih alat kontrasepsi ini karena baik saya maupun suami merasa tidak nyaman saat menggunakannya.
Pasang IUD dan Pelepasannya
Pemasangan dan pelepasan IUD, kedua proses ini harus dilakukan oleh dokter atau bidan. Saya melakukan pasang IUD di BWCC Bintaro di tahun 2017 dan pelepasan di RS Mitra Keluarga Bintaro di tahun 2020. Keduanya oleh dr. Agriana, SPOG.
Proses Pasang IUD
Yang saya ingat, posisi saya saat pasang IUD itu seperti posisi ketika akan periksa dalam (saat mau melahirkan). Dokter memasang cocor bebek dan kemudian memasang IUDnya dengan dibantu alat seperti pinset apa sumpit gitu ya. Saya nggak bisa melihat dengan jelas, soalnya di bawah. Lagipula kemudian saya merem karena takut, wkwkwk….
Takut yang nggak beralasan, karena ternyata e ternyata kagak sakit cuy. -.-“
Proses pemasangan tidak lama, kayanya nggak sampai 10 menit deh. Itupun 10 menit uda termasuk, saya dipanggil panggil karena kelamaan merem. Setelah itu saya melakukan USG untuk dicek posisi IUDnya di dalam rahim sudah tepat atau belum.
Harga IUD Nova T dan Biaya Pasang IUD
Seingat saya (saya nyari notanya ga tahu kemana) harga IUD Nova T-nya sekitar Rp 400.000,00 an saat itu. Belum dengan biaya dokter dan biaya pemasangannya. Dengan biaya-biaya tersebut ditambah USG, dll, kurang lebih Rp 800.000,00 an ya di klinik BWCC. Itu di 2017 ya….
Baca Juga: Review Bintaro Women and Children Center (BWCC) Bintaro
Proses Lepas IUD
Setelah 3 tahunan, saya lepas KB IUD saya di tahun 2020. Berbeda dengan tempat pasangnya, saya lepas IUD di RS Mitra Keluarga Bintaro.
Prosesnya mirip-mirip dengan pemasangannya. Posisi saya seperti posisi bukaan dalam, kemudian dipasangi cocor bebek. Hanya saja proses pelepasan IUD lebih lama sedikit dibandingkan dengan pemasangan. Sepertinya karena sempat ganti ukuran cocor bebek.
Tapi sama-sama tidak sakit kok! Nggak usah ngilu bayanginnya! Hahaha….
Biaya Lepas IUD
Nahini kebetulan saya masih simpan foto notanya. Biaya total lepas IUD (dari administrasi, dokter, biaya tindakan, USG, dll) di RS Mitra Keluarga Bintaro adalah Rp 865.000,00. Bisa dilihat di gambar dibawah ini ya….
Sepertinya si, besaran biaya ini sangat tergantung dengan apa saja yang dilakukan saat kontrol ya. Mungkin kalau tidak diperlukan USG, dll, bisa menekan biaya jadi lebih murah. Atau di tempat lain, biaya dokter dan tindakannya bisa jadi lebih murah dibandingkan dua tempat di atas. Teman-teman yang punya pengalaman atau rekomendasi tempat lain bisa tinggalkan pesan di Komen yaaa!!! Pasti bermanfaat buat teman yang lain.
Keluhan yang Dialami saat Menggunakan IUD
Karena saat pasang IUD saya sedang nifas, jadi saya tidak tahu apakah saya mengalami pendarahan paska pemasangan atau tidak. Namun setelah nifas selesai, saya beberapa kali mengalami flek. Fleknya sangat sedikit si. Biasanya terjadi setelah saya berhubungan badan.
Keluhan tentang flek ini menghilang setelah satu dua bulanan. Di bulan ketiga pemakaian IUD, saya sudah hampir tidak pernah mengalami flek lagi.
Paska pelepasan IUD dalam dua tiga hari pertama saya juga mengalami flek. Jauh lebih sedikit dan lebih tipis dibandingkan dengan flek yang terjadi di bulan-bulan awal pemasangan. Namun, saya sudah bisa beraktivitas dengan normal bahkan beberapa saat setelah proses melepas IUD.
Kontrol KB IUD
Setelah pasang IUD, saya disarankan untuk kontrol satu bulan setelah pemasangan, atau bisa lebih cepat apabila dirasa tidak nyaman (baik bagi saya maupun suami). Kalau tidak nyaman bisa dilakukan penyesuaian di IUDnya. Untunglah saya saat itu langsung oke oke aja. Malas juga kan kalau sampai bongkar pasang, hehehe….
Satu bulan setelah pemasangan, kontrol untuk melihat posisi IUD apakah ada pergeseran atau tidak dengan USG. Saya melakukan kontrol ini sekalian pas kontrol paska nifas.
Setelah itu, dianjurkan untuk kontrol satu tahun sekali untuk cek posisi IUD. Sama seperti sebelumnya cek di tahun berikutnya dilakukan dengan USG. Teman-teman bisa sekalian melakukannya bareng saat papsmear ya. Jadi biaya dokter dan pendaftarannya bisa sekalian jadi satu hihihi…. Saya sendiri belum papsmear ni.
Baca Juga: Periksa Kehamilan di RSIA Kendangsari Surabaya
Oiya, menurut saya pemilihan kontrasepsi ini cocok-cocokan ya. Masing-masing pasangan punya preferensi masing-masing. Di keluarga saya, IUD termasuk yang banyak digunakan. Walaupun ada satu saudara yang tidak cocok pakai IUD (mengalami pendarahan terus menerus setelah pemakaian IUD).
Untuk itu saya rasa keterbukaan ke dokter kandungan atau bidan sangat penting. Sehingga antara istri, suami dan juga tenaga kesehatan bisa berdiskusi dan memilih alat kontrasepsi mana yang paling tepat. Jangan disepelekan, karena hal ini sangat erat kaitannya dengan kesehatan ibu ya!
Semoga sharing pengalaman ini bermanfaat! Salam sayang!
Komentar
Posting Komentar