Cuti Besar dan Rasanya Jadi Ibu Rumah Tangga Sementara

Saya berkesempatan menikmati cuti besar selama 3 bulan di bulan Februari – April lalu. Maka dari blazer, berganti outfitlah saya dengan daster. Hehehe, nggak daster juga si sebenarnya, saya lebih suka paki kaus dan celana gemesh. Perubahan dari blazer ke daster adalah metafora perubahan peran saya dari working mom menjadi stay at home mom alias jadi ibu rumah tangga.

IMG_4609
Stay At Home Mom

Sebenarnya di bulan maret, saya sempat nanya di IG stories, tema apa yang pengen temen-temen bahas terkait cuti besarnya saya dan pengalaman dari pekerja kantoran menjadi ibu rumah tangga. Banyak yang DM pertanyaan. Namun karena keterbatasan space di IG story jadi saya memilih hold jawaban dan menuliskannya pelan-pelan di blog.

Selain karena temanya sensitif, saya pengen juga jawaban saya bisa lebih berimbang dan tidak disalahpahami. Saat saya menyelesaikan artikel ini, saya sudah kembali bekerja. :) Jadi semoga tulisan kali ini bisa jernih dan tidak memicu mom war ya, walaupun tentu karena berlatar belakang kondisi saya pribadi, tentulah akan bersifat subyektif.

Pertanyaan pertama: Kenapa ambil cuti besar?

FYI, cuti besar adalah hak bagi pegawai negeri yang bisa diambil setiap 6 tahun sekali. Jadi yang masa kerjanya sudah 6 tahun, bisa tu ambil cuti 3 bulan tanpa menerima tunjangan, kalau gaji pokok masih dapat. Nanti kelipatan 6 tahun, bisa mengajukan lagi. Tentu saja jika diizinkan atasan ya.

Biasanya cuti ini diambil untuk kepentingan ibadah haji bagi yang muslim. Saya sendiri kemarin mengajukan dengan alasan urusan keluarga, sambil juga mengurus permohonan mutasi untuk pindah ke Surabaya.

kuat

Pertanyaan Kedua: Kenapa pindah?

Karena mau ikut suami, dan homebase kami memang Surabaya. KTP pun Surabaya. Sebelumnya suami memang sempat ambil kerjaan di Jakarta setelah kami menikah. Namun setelah ditimbang kembali, suami kembali bekerja di Surabaya.

Alasannya murni itu. Sama sekali bukan karena saya tidak suka bekerja di kantor. Malah saya suka sekali sebenarnya, apalagi kantor sekarang adalah pilihan pertama saat poling penempatan dulu (saya kuliah di STAN jadi ikatan dinas gitu). Dan saya merasa sangat bersyukur sekali bekerja di dalamnya.

Lalu saya dapat kabar kalau ada kantor di Surabaya yang butuh orang. Saya pikir “Wah, mungkinkah ini jodoh”.

Sebagai abdi negara saya sadar kalau harus siap ditempatkan di mana saja. Apalagi saya yang memang memiliki ikatan dinas. Namun, kalau memang ada kebutuhan organisasi juga, kenapa tidak. Toh, ini juga solusi buat keluarga kami.

Saya bilang solusi, karena memang sempat ada diskusi diantara suami dan saya, yang salah satunya meminta saya mengajukan resign atau mengambil Cuti di Luar Tanggungan Negara selama dua sampai tiga tahun. Namun di satu sisi sebenarnya, saya masih ingin tetap bekerja. Dan suamipun tidak keberatan saya bekerja. Yang membuat kami keberatan adalah jarak antara Jakarta (kantor saya) dan Surabaya (rumah kami).

Long Distance Marriage bukanlah sesuatu yang ideal, dalam kaca mata kami. Namun, suami juga terbuka untuk opsi lain. Kalau bisa pindah Surabaya, itu win win solution. Kira-kira demikian latar belakang ceritanya.

Sampai artikel ini ditulis, masa cuti besar saya telah habis, proses permohonan pindahnya masih setengah jalan. Doakan ya, supaya lancar dan mendapat hasil yang terbaik.

Pertanyaan Ketiga: Gimana rasanya dari working mom jadi stay at home mom? Bosan nggak?

Sebenarnya saat saya stay at home selama 3 bulan lalu, saya tetep kerja juga si. Freelance sebagai narablog ( hehehe, iyaaa! Ngeblog juga bisa jadi kerjaan yang menghasilkan uang lo ). Jadi dari sisi finansial, saya masih bisa jajan jajan di luar anggaran yang diberi suami. Hihihi….

Kalau masalah bosan…. Masa tiga bulan mungkin terlalu cepat untuk merasa bosan ya. Hehehe, yang ada malah saya bingung dengan peralihan tugas yang saya alami. Karena jujur saya tidak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Antara kelabakan namun juga excited.

Tiga bulan saya rasa juga terlalu cepat, karena masih banyak pelajaran cara mengurus rumah tangga yang harus saya tuntaskan. Sebagian cerita tentang belajar meal prep sudah saya share ya, sampai 4 artikel malah ya….

Related post: Meal Preparation dan Belajar Hemat dari Dapur

Selain mengambil pekerjaan lepas dan belajar masak, saya juga belajar beberapa keterampilan lain. Yang pertama saya ikut workshop dari Google mengenai keterampilan digital marketing dan juga saya pelajari secara mandiri Search Engine Optimization (foto di bawah). Kemudian saya juga ikut kursus mengemudi mobil manual.

Google Women Will
Belajar bareng ibu-ibu lain di Google Women Will

Related post: Belajar Mengemudi Mobil Manual

Selain itu saya juga sempat jadi narasumber Kulwap Matrikulasinya Institut Ibu Profesional Depok. Hehehe, nggak nyangka ya…. Tema diskusinya adalah: Produktif melalui ngeblog.

Jadi balik lagi kalau ditanya, jadi ibu rumah tangga bosan tidak? So far saya bilang tidak.

Namun tentu saja hal tersebut tidak terjadi gitu aja, ada hal-hal yang perlu diusahakan. Mengingat working mom memiliki kebiasaan yang berbeda dengan SAHM ya…. Hal-hal yang perlu dicermati adalah:

  1. Masalah keteraturan

  2. Tentang tantangan

  3. Tentang mengembangkan diri

  4. Tentang berkarya

Sepertinya poin ini pengen saya elaborasi lagi di artikel berbeda aja deh. Tunggu ya! :)

Pertanyaan Keempat: Bagaimana membagi waktu antara pekerjaan rumah, anak, upgrading keterampilan dan “pekerjaan paruh waktu”?

1. Kuncinya adalah tau kapasitas pribadi.

Saya sadar kalau saya masih nggak jago urus rumah, jadi pekerjaan yang diambil pun yang tidak terlalu menguras waktu. Saya hanya ambil beberapa pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah, tidak sekalipun menghadiri undangan event.

2. Jadi kelelawar, wkwkwk.

Sebenarnya ini terbantu kebiasaan tidur saya yang cukup larut. Jadi saya bisa ngeblog setelah anak tidur. Memasak juga saya lakukan di malam hari. Beberapa materi pembelajaran SEO pun saya selesaikan si malam hari.

3. Efisiensi pekerjaan.

Bagi yang sudah membaca seri meal prep saya, pasti tahu bagaimana meal prep menghemat waktu saya di dapur. Sebagai pemula, meal prep tu kaya senjata banget lah.

4. Otomasi pekerjaan dan melibatkan orang lain.

Saya bersyukur suami saya sangat membantu dalam hal pekerjaan rumah. Kakak ipar juga sangat membantu dalam hal mau saya titipi Gayatri kalau saya sedang kursus mengemudi. Intinya ya PARENTEAM juga. Kita nggak bisa menyelesaikan semuanya sendiri. Who do you think you are? Gal gadot? Nggak usah gengsi dan nggak usah terlalu perfeksionis, kalau kata saya si. Hehehe….

sahm

Related post: Membagi Waktu antara Pekerjaan, Keluarga dan Hobi

Pertanyaan Kelima: Kangen kantor nggak?

Kangeeeen! Buktinya saya balik ni….

Pertanyaan Keenam: Kenapa balik kantor?

Sederhana juga si alasannya:

1. Saya mau mengikuti prosedur yang ada dengan baik.

Saya belajar banget lah buat nggak jadi egois dan mendramatisir keadaan. Saya sadar saya pegawai, memiliki organisasi yang punya kepentingan. Saya pun sadar kalau saya istri dan ibu, yang juga punya kepentingan. Di atas semuanya saya adalah pribadi diri saya sendiri, hati kecil saya mengatakan untuk kembali dan mengikuti prosesnya dengan baik, sesuai aturan.

2. Karena suami saya mengizinkan.

Walaupun kami sadar berat tantangan LDM, namun suami juga setuju kalau setiap proses harus dijalani dengan sabar dan sesuai aturan. Nggak boleh sesukanya sendiri. Untuk itu, dia mengizinkan saya kembali. Beliau juga turut menyiapkan keperluan kepindahan saya dan Gayatri juga. Izin dan support dari suami ini lah yang menguatkan saya untuk menjalani LDM. Padahal kalau mau melarang pun dia punya alasan yang kuat.

love love

3. Adanya support system.

Karena kami yakin bisa menyiapkan kondisi dan support system yang relatif baik agar Gayatri tetap nyaman tinggal di Jakarta. Setidaknya sampai saat ini, hal tersebut masih bisa berjalan dengan baik.

4. Simply trusting.

Saya percaya kalau lamanya proses permohonan pindah juga tak luput dari otoritas Tuhan pemilik hidup kami. Dan kami percaya Tuhan telah memiliki rencana yang indah. Yang perlu kami sebagai keluarga jalani adalah percaya akan hal tersebut, dan sabar menantikan rencana tersebut kami mengerti. Kalaupun di akhirnya nanti keputusan kantor memutuskan tidak bisa pindah, ya nanti akan kami jalani dan pikirkan kembali bagaimana langkah yang akan diambil kemudian.

“God is too wise to be mistaken, God is too good to be unkind. So when you dont understand. When you cant see His Hand. When you cant trace His Plan, trust His Heart.”

Kutipan di atas adalah potongan lagi berjudul Simply Trusting. Bagus ya? 😊

Selama proses pengajuan pindah ini saya menemui banyak senior dan pejabat. Secara umum menyatakan bahwa masalah LDM adalah masalah klasik yang banyak dialami oleh pegawai. Apapun langkah yang dijalani, pastikan keputusan yang diambil adalah hasil dari kepala dingin dan tekad yang sungguh-sungguh.

Sungguh saya beruntung bisa bertemu dengan para senior dan pejabat tersebut. Yang dengan gayanya masing-masing berbaik hati memberi waktu untuk mendengarkan cerita saya dan kemudian juga bercerita tentang pengalaman dan pemikiran mereka.

Untuk itu saya pun ingin membagikan pengalaman ini. Mungkin ada rekan-rekan yang juga sedang mengalami hal yang sama, semoga bisa dikuatkan juga apapun keputusan yang dipilih.

Tetap semangat yaaaa!!! Salam sayaaang!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Hamu dan Biji Bunga Matahari, Literasi Keuangan Anak

Review Shampo Zwitsal Natural, Shampo Bebas SLS dan Paraben yang Super Affordable

Review dan Pricelist/ Harga Mom n Jo Bintaro