Antara Harga, Gaya dan Kegunaan

Postingan seorang rekan di FB pun cukup menggelitik saya. Beliau menanyakan apa sih yang jadi patokan “high end” bagi netizen jaman now. Banyak yang menjawab jam tangan, sepatu, perhiasan dan teman-teman perempuan banyak juga yang menjawab dengan handbag alias tas.

Hmmmm…. Banyak pendapat, pro dan kontra, jika membicarakan gaya hidup. Apalagi lebih sensitif lagi menyerempet ke masalah harga barang yang digunakan. Ya, sebenarnya ya nggak bisa didiskusikan ramai-ramai karena daya beli orang kan beda-beda jadi ukuran mahal dan ukuran kegunaan barang bergengsi pun bisa jadi beda.

tas fossil original

Kalau saya pribadi, mau beli barang seperti apapun yang penting ingat tiga poin di bawah ini:

1 . Buat Apa Dulu

Yep! Buat apa beli barang mahal?

Oke karena mahal itu “beda-beda” maka saya batasi saja ke barang mahal versi kaum menengah ya. Contohnya: tas Fossil original. Saya pakai contoh produk ini karena setahu saya ini merk dengan kualitas high end yang harganya masih terjangkau, namun ya masih lumayan juga nabungnya kalau mau beli. Semurah-murahnya masih pakai juta dibelakang harganya.

Saya coba cek harga tas Fossil original di MatahariMall, harganya antara 1-4 jutaan sbb:

tas fossil original harga

Dulu banget, sebagai anak yang dilahirkan dari keluarga pegawai negeri turun temurun, dan akhirnya jadi pegawai negeri juga. Nggak pernah terlintas dalam benak saya tentang manfaat barang bermerk. Nggak pernah mikirin tepatnya. Hahaha….

Setelah menikah dengan suami dan dikritik sama Papa Mertua tentang penampilan saya yang kelewat “sederhana”, saya baru buka mata dan pikiran tentang kegunaan barang bermerk tadi. Yang pertama tentu adalah untuk mendukung penampilan yang terkait dengan pekerjaan. Hal ini penting untuk orang-orang seperti papa mertua yang bisnisnya terkait dengan kepercayaan dan berkaitan dengan orang-orang yang memang asli tajir melintir. Pepatah “ajining raga seko busana” itu ngaruh banget ke pekerjaannya.

Sekarang kalau lihat artis gitu nenteng tas mahal, ya saya sudah paham dan nggak nyinyir seperti dulu. Ya itu tuntutan kerja dia, nggak Cuma sekedar gaya-gayaan. Bisa jadi dia ambassadornya produk tertentu yang citranya memang harus high end. Masa ya penampilannya lusuh. Bisa diputus kontrak.

Tapi kalau kita pegawai negeri baru juga diangkat, unyu-unyu trus belanjanya Chanel 30 jeti tiap hari ganti. Ya, siap-siap aja diinterogasi.

hehehe

“Buat apa” yang berikutnya adalah buat kualitasnya.

Ono rego ono rupo. Ada harga ada rupa. Pepatah ini memang banyak benarnya sih. Walau sekarang mulai banyak pengrajin yang no brand dengan kualitas bersaing, tapi merk dagang tetap bisa jadi patokan kualitas.

Kalau kata suami, daripada beli tas atau sepatu seratus ribuan tapi tiap bulan ganti karena rusak, mending sekali beli yang mahalan tapi bisa untuk setahun dua tahun. Dan memang bener si, suami saya tipe yang nabung bener-bener buat beli barang yang dia mau. Dan beneran aweeeet setengah mati. Sepatu yang dia pakai pas kami pertama ngedate itu baru rusak setelah saya hamil tua Gayatri. Berarti hampir empat tahun kali ya, padahal daily use, wong ya ga punya banyak sepatu. Tasnya lebih parah lagi, belum rusak sampai sekarang.

Related post: Diaper Bag Andalan Saat Traveling.

2 . Berapa Yang Kita Mampu

Buat teman-teman yang follow akun IG @jouska_id (financial advisor) mungkin terhenyak saat beberapa waktu lalu, mereka post salah satu kasus kliennya. Inti dari kasus tersebut adalah tentang bagaimana kliennya yang seorang muda milenials usia 30an bergaji 27 jutaan sebulan bisa tidak punya tabungan karena gaya hidupnya. Yang lebih heboh lagi adalah tentang postingan dari seorang lain yang menyeritakan tentang seseorang yang stress karena kehidupannya tak seindah feeds IGnya. Tak lain dan tak bukan adalah gaya hidup yang melebihi kemampuan.

Tapi, balik ke masalah beli barang mahal tadi, kalau uda kerja sebagai pegawai senior selama lima tahun, trus mau beli satu tas Fossil original tadi buat kerja atau untuk acara khusus, saya rasa masih pantas banget lo. Tiap minggu, menyisihkan uang seharga satu gelas Caramel Macchiato di kedai kopi tersohor onoh, nggak sampai setahun juga kebeli kali.

love love

Saya tahu persis, soalnya kemarin junior saya nitip dibelikan dompet apa tas fossil original gitu sama temen kantor yang lagi traveling. Wohhh kan, junior saya aja bisa beli. Tapi dia memang rajin menabung sih.

Balik lagi ke masalah “Berapa yang kita mampu” tadi, pesan orang tua, “Jangan lebih besar pasak daripada tiang”.

3 . Worthy Kagak Ye?

Setelah mikir dua hal di atas, baru deh bisa kita menyimpulkan apakah barang yang kita inginkan itu worthy to buy or not. Kalau value for money ya beli lah, kalau tidak ya jangan laaahhhh…. Dan sekali lagi jangan nyinyirin orang lain, urus aja belanjaan diri sendiri. Soalnya kebutuhan dan kemampuan orang kan beda-beda toh.

Hehehe….

Jangan nyinyirin saya juga, saya nggak lagi ngajak untuk hidup boros. Malah sebaliknya, mari kita hidup realistis. Kalau harga barang ada gunanya dan gayanya bisa bikin kita “balik modal”. Why not?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Hamu dan Biji Bunga Matahari, Literasi Keuangan Anak

Review ASI Booster di Alfamart / Indomaret yang Enak Banget

Storytel, Aplikasi Audiobook Bikin Baca Buku Lebih Mudah Lebih Murah