Ribut Rukun #NyonyaPunyaCerita

“Besi menajamkan besi, manusia menajamkan sesamanya.”

-Amsal-

*

Kalau ditanya siapa manusia yang paling “mengasah” diri saya, saya bakal bilang SUAMIIIII. Dua tahun bersamanya itu semacam konsentrat pelajaran bersosialisasi dengan banyak orang. Hahahaha…. Yaiyalah ya, tinggal seatap dengan orang yang tak berhubungan darah, berbeda latar belakang dan juga cara berpikiran, lagipula beliau jadi orang yang terdekat kan, yang  bahkan diri dan hidup saya sendiri pun harus saya bagi dengannya. Sudah pasti, banyak momen-momen beda pendapat yang dijalani.

ribut rukun

“Kalian ngalamin yang sama nggak si? Apa ada yang langsung klop cucok meyong tanpa perlu adaptasi sama pasangannya? Adakah yang ga pernah berantem? Nggak pernah marah sama sekali? Nggak ada kaaaan? Nggak ada kaaaan?” #nyaritemensenasib. Hehehehe….

“Terimakasih buat kamu yang sudah menampakkan rasa senasib sepenanggungan di wajahnya, kamuuu…. iya kamuuuuu…. Uda ngaku aja dehhhh” #maksa.

Namun suami istri sebagai manusia biasa tentu tak sepenuhnya bersifat seperti besi kan yes. Besi mah pasrah pasrah wae dipukul pukul, diadu adu sampai jadi pisau atau benda tajam sesuai keinginan pembuatnya. Manusia mah bisa kabur. Pergi. Putus hubungan. So thank you so much, I’m sorry good bye! Kalau kata Mbak Krisdayanti.

Kabur

Ngomong-ngomong “kabur”, hal ini sering saya lakukan (dulu) (di awal masa pernikahan). Jujur, tidak seperti suami saya yang rawe-rawe rantas, malang-malang tuntas jika sedang mengatasi masalah, saya itu jenis yang pasif agresif. Menyerang dalam diam. As known as ngambekan. Kalau nggak sreg, diem. Alias mutungan.

“Kabur” pertama saya, pernah saya lakukan saat saya dan suami di Jogja. Sumpe ini rada malu-maluin sih. Soalnya sampai mau dilerai Bapak-bapak di pinggir jalan gitu.

hehehe

Kabur 1

Jadi di awal pernikahan dulu, kami pernah slek. Saya lupa persisnya kenapa, sepertinya karena Mas Domas negur saya yang kelewat manja. Dan saya nggak terima. Pas itu mana kami lagi liburan ke Jogja lagi. Saya yang ngambek jalan dalam diam sepanjang Jalan Malioboro, Mas Domas ngintilin di belakang kaya kutil yang keras kepala. Dicuekin tapi tetep nempel. Sampai akhirnya Mas Domas yang capek ngintilin saya, narik tangan saya, ngasih kunci hotel.

Di pikiran saya saat itu, kalau saya terima tu kunci, enak banget deseu bisa balik hotel dengan tenang, tar aku balik sendiri. Saya balikin kunci hotel, dan minta kartu kredit (doooohhh). Hahaha…. soalnya kalau saya bawa kartu kredit, saya bisa kemana saja bok, itu limit kartu kreditnya kan lumayan. Dalam pikiran saya, saya mau kabur ke Bali. Liburan sendiri, numpang di rumah Inez sahabat saya dari SMP yang tinggal di sana. Cuma modal tiket aja, seminggu palingan.

Tapi seperti sudah paham alur berpikir saya, Mas Dom kekeuh nyuruh saya pulang. Kayanya rada drama gitu soalnya sampai ada Bapak-bapak yang nyamperin kita.

Bapak-bapak: Woy woy woy, sama perempuan jangan kasar woy!

Mas Dom: *megangin tangan saya* Ini istri saya ini pak!

Bapak-bapak: Masa mbak?

Saya: *dilematis, kalau saya bilang enggak, takut Mas Dom digebukin massa kan, tapi bilang iya kok tengsin*

Saya: *berhubung cinta saya jawab* Iya si Pak….

Bapak-bapak: Oalaahh…. *ngeloyor pergi*

Mas Dom: *nyegat taksi*

Saya: *ngikut naik taksi* *receh*

Sepanjang perjalanan kami ngobrolin betapa sinetronnya kami tadi, dan kemungkinan Mas Dom jadi headline koran lampu merah. “Seorang suami mati digebukin massa karena tidak diakui istri”. Terus ketawa-ketawa. Uda gitu aja, marah-marahnya lupa. Semacam tiba-tiba ngeh aja kalau saya itu sayang sama suami dan suami juga jadi ngeh kalau semarah-marahnya saya, masih mikirin keselamatan deseu.

Setelah kepala sama-sama adem, masalah “manja” tadi dibahas juga. Pada dasarnya suami merasa saya berubah. Dulu pas single itu mandiri, setelah nikah kok jadi manja banget. Saat uda nggak emosi, masukannya terdengar lebih logis si. Dan menurut saya itu masukan yang membangun dan bikin saya lebih baik juga. Jadi saya introspeksi diri.

Kabur 2

Kabur saya berikutnya, di rumah. Kabur ke kamar. Lagi-lagi karena nggak terima dibawelin suami. Masuk kamar. Pintu saya kunci dari dalem. Naas. Beberapa jam kemudian saya kebeles pipit. Dan pintunya nggak bisa dibukaaaaa akkkkkk!

hiks

Saya coba putar-putar kuncinya, tetep nggak berhasil. Doooh, mau minta tolong suami tapi tengsin abis. Saya kan ceritanya lagi ngambek. Untung suami ngeh sama suara pintu diogrek ogrek. Nanya pake suara lempeng, “Pintunya emang rusak, mau aku bukain?”. Yaiyalah, uda mau ngompol ni.

Pas pintu uda dibuka, saya melesat pipis. Habis itu kita ngakak bareng. “Mangkanya nggak usa ngambek-ngambek!”. Iya iyaaa….

Tujuan Menikah

Gimana ya, hidup seatap dengan orang yang beda banget karakternya emang ujian kehidupan banget si. Buat saya, dan saya yakin buat suami saya juga.

Tapi kalau nggak gitu, kami juga bakalan tetep jadi diri kami masing-masing yang keras kepala dan mau benernya sendiri. Kadang berpikir (kalau lagi rukun) ya memang rencana Tuhan pasti ya, biar kami juga tumbuh jadi pribadi yang lebih baik.

Eh, ingat Tuhan, saya jadi inget kalau pembahasan ini sebenernya pernah kami bahas di kelas konseling pernikahan. Tentang tujuan pernikahan salah satunya adalah: pertumbuhan karakter menjadi lebih baik.

Cuma pas di kelas dulu, masih teori. Kedengerannya kok romantis bener yak. Manis manis maniiiis. Pas dijalanin. Hahaha. Kadang ada pedesnya. Mana pedesnya itu kadang kaya mak icih level 15. Sering bikin berurai air mata. Wkwkwkwk. Drama bheut deh saya.

Tapi kalau lagi rukun ya emang manis manis manissss si. Hihihi.

love love

Jadi, selamat ribut rukun Nyonyah dan Tuan…. Saya nggak jamin, kalau ke depan hubungan suami istri bakal bisa adem ayem setelah paham secara teori tujuan-tujuan pernikahan. Namun, semoga pas ribut kita ingat tujuan pernikahan masing-masing, dan ga kabur sehingga hubungan suami istri kembali rukun dan karakter kita pun upgrading selalu. Amiiiinnn.

ps.

Tulisan ini adalah tulisan janjian, antara saya dan Tetty empunya blog www.tettytanoyo.com. Kami sama-sama lagi sedih karena timeline akhir-akhir ini kalau nggak tentang pelakor ya tentang perselingkuhan, kalau enggak tentang perceraian. Usia pernikahan kami masing-masing memang masih seumur jagung, dan kami nggak mau khotbah tentang pernikahan. Kami cuma pengen cerita receh-receh aja, tapi yang kami rasa related tapi nggak makin memperkeruh timeline.

Kalau mau baca tulisan Tetty dengan bahasan serupa tapi tak sama, Nyonyah-nyonyah bisa langsung cus ke blognya di:

#NyonyaPunyaCerita: Susahnya Menikah

Semoga sharing kami bermanfaat yaaaa…. Salam sayang….

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Hamu dan Biji Bunga Matahari, Literasi Keuangan Anak

Review ASI Booster di Alfamart / Indomaret yang Enak Banget

Storytel, Aplikasi Audiobook Bikin Baca Buku Lebih Mudah Lebih Murah